Mengenai Saya

Foto saya
Lamongan, jawa tmur
saya adalah seorang santri pondok pesantren sunan drajat, saya dari keluarga yang sangat sederhana,q ga'' pernah nyangka bisa mondok sampek sekolah hingga kuliah sekarang'' karena keyakinan aku dapatkan semua ini"

Selasa, 28 Juni 2011

Ilmu Takhrij Hadist


BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MAKALAH
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai. Sebab, di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui dari mana sumber Hadis itu berasal. Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad Hadis.
Mempelajari bagaimana cara men-takhrij hadis adalah merupakan tugas kita. Karena, Hadis merupakan sumber hukum kita yang ke-2 setelah Al-Qur’an. Karena Hadis merupakan sumber hukum yang kedua, mana kala kita hendak memakainya untuk melakukan sebuah bentuk pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk mengambil suatu hukum dalam permasalahan tertentu, hendaklah kita dapat mengetahui sanad, rawi dan sebagainya, agar jelas kuwalitas Hadis dan kebenaran Hadis tersebut. Dan dengan cara men-takhrij inilah kita dapat mengetahui kebenaran Hadis yang akan kita pakai.

2. RUMUSAN MAKALAH
Dalam kesempatan kali ini, kami sebagai pemakalah akan
membahas berdasarkan latar belakang di atas meliputi tentang :
1)Apakah Pengertian Takhrijul Hadis?
2)Bagaimana Tujuan dan Kegunaan Men-Takhrij Hadis?
3)Bagaimana Sejarah tentang Sepintas Takhrij?
4)Bagaimana Cara Mentakhrij Hadis?
3. TUJUAN MAKALAH
Sesuai dengan apa yang telah menjadi perumusan makalah yang telah penulis
kemukakan diatas, maka tujuan makalah ini adalah untk mengetahui pengertian takhrijul
 hadis, tujuan dan kegunaan men-takhrij hadis, sejarah tentang sepintas takhrij dan bagaimana
cara mentahrij suatu hadis
hadis, tujuan dan kegunaan men-takhrij hadis, sejarah tentang sepintas takhrij dan bagaimana
cara mentahrij suatu hadis,dan kitab kitab yang di gunakan untuk mentakhrij hadist.

























BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrijul Hadis

Pengertian Menurut Bahasa

Kata takhrij dari kata kharraja, yukhariju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-
macam arti. Menurut mahmud ath-Thahhan, asal kata Takhrij, ialah : ”Berkumpulnya dua
hal yang bertentangan dalam satu persoalan”
Dalam arti lain tajrih/takhrij atau jarah dalam pengertian bahasa : melukai tubuh ataupun yang lain dengan menggunakan benda tajam, pisau, pedang dan sebagainya, luka yang disebabkan karena pisau dan sebagainya dinamakan jurh. Dan di artikan pula jarah dengan memawkai dan menistai, baik dimuka ataupun dibelakang.
Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata takhrij juga memiliki beberapa arti, yaitu pertama, berarti al-istinbath ( mengeluarkan dari sumbernya ). Kedua berarti at-tadrib (latihan) ketiga berarti at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan).
Pengertian Secara Terminologis

Para ulama ahli hadis dalam hal ini mengemukakan beberapa definisi, seperti di
bawah ini :
Menurut satu definisi, arti takhrij sama dengan Al-ikhraj yaitu Ibraz Al-Hadits li an- nas bidzikri mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang mengelaurkan hadits). Misalnya dikatakan : hadza hadits akhrajahu al-bukhari atau kharrajahu al-bukhari ( hadist ini dikeluarkan oleh al-bukhari). Arti takhrij menurut definisi ini banyak dipakai oleh para ulama dalam mengutip atau menyebutkan suatu hadis.

Menurut definisi berikutnya, di sebutkan bahwa kata takhrij berarti ikhraj al-ahadits min buthuni al-kutub wa riwayatuh ( mengeluarkan sejumlah hadis dari kandungan kitab- kitabnya dan meriwayatkannya kembali ). Pengertian ini diantaranya dikemukakan oleh as- sakhawi, ia menambahkan bahwa orang yang mengeluarkan hadis tersebut kemudian meriwayatkannya atas namanya sendiri atau atas nama guru-gurunya, serta menyandarkannya kepada penulis kitab yang dikutipnya.
Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti ad-dalalah ala mashadir al-hadits al- ashliyah wa azzuhu ilaihi ( petunjuk yang menjelaskan kepada sumber-sumber asal hadis ). Di sini dijelaskan siapa-siapa yang menjadi para perawi dan mudawwin yang menyusun hadis tersebut dalam suatu kitab.
Menurut mahmud ath-thahhan, definisi yang disebut ketiga ini yang banyak dipakai dan terkenal pada kalangan ulama ahli hadis. Berdasarkan definisi ini, ia menyabutkan pengertian takhrij sebagai berikut: “petunjuk tentang tempat atau letak hadis pada sumber
aslinya, yang diriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat
atau kedudukannya manakala diperlukan ".
Berdasarkan definisi di atas, maka me-ntakhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu yang pertama berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad- nya dan menunjukannya pada karya-karya mereka, seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi, akhrajahu al-thabrani fi mu’jamih atau akhrajahu ahmad fi musnadih.
Penyebutan sumber-sumber hadis dalam definisi di atas, bisa dengan menyebutkan sumber utama atau kitab-kitab induknya, seperti kitab-kitab yang termasuk pada kutub as- sittah; atau sunber-sumber yang telah diolah oleh para pengarang berikutnya yang berusaha menyusun dan menggabungkan antara kitab-kitab utama tersebut, seperti kitab al-jami’baina as-shahihain oleh al-humaidi; atau sumber-sumber yang berusaha menghimpun kitab-kitab hadis dalam masalah-masalah atau pembahasan khusus, seperti masalah fiqih, tafsir atau tarikh.
Kedua, memnberikan penilaian kualitas hadis apakah hadis itu sahih atau tidak. Penilaian ini dilakukan andai kata diperlukan. Artinya, bahwa penilaian kualitas suatu hadis dalam men-takhrij tidak selalu harus dilakukan. Kegaitan ini hanya melengkapi kegiatan takhrij tersebut sebab, dengan diketahui dari mana hadis itu diperoleh sepintas dapat dilihat sejauh mana kaulitasnya.

B. Tujuan Dan Kegunaan Men-Takhrij Hadis
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai. Sebab di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui dari mana sumber hadis itu berasal. Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis.
Tujuan pokok men-tahrij hadis adalah untuk mengetahui sumber asal hadis yang
ditakhrij. Tujuan lainnya, untuk mengetahui keadaan hadis tersebut yang berkaitan dengan
maqbuldan mardud-nya.
Sedang kegunaan takhrij ini, antara lain :
1. Dapat mengetahui keadaan hadis sebagai mana yang dikehendaki atau yang ingin di
capai pada tujuan pokok di atas;
2. Dapat mengetahui keadaan sanad hadis dan silsilahnya berapapun banyaknya, apakah
sanad-sanad itu bersambung atau tidak;
3.Dapat meningkatkan kualitas suatu hadis dariDha’if menjadiHasan, karena
ditemukannyaSyahid atauMu’tabi;
4.Dapat mengetahui bagaimana pandangan para ulama terhadafkeshahihan suatu
hadis;
5.Dapat membedakan mana paraperaw i yang ditinggalkan atau yang dipakai;
6.Dapat menetapkan sesuatu hadis yang dipandangMubham menjadi tidakMubham
karena ditemukannya beberapa jalan Sanad, atau sebaliknya;
7.Dapat menetapkanMuttas hil kepada hadis yang diriwayatkan dengan menggunakan
Adat At-Tahammul Wa Al-a-da’ (kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan
periayatan hadis) dengan an’anah (kata-kata an/dari);
8.Dapat memastikan identitas para perawi, baik berkaitan dengankun-yah (julukan),
laqab (gelar), atau nasab (keturunan), dengan nama yang jelas.
C. Sepintas Tentang Sejarah Takhrij

Kegiatan men-takhrij hadis muncul dan diperlukan pada masa ulama Mutaakhirin. Sedang sebelumnya, hala ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan ulama Mutaqaddimin menurut Al Iraqi, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan darimana hadis itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadis-hadis tersebut, sampai kemudian datang An-nawawi yang melakukan hal itu.
Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud Ath-thahhan ini, ialah Al-khatib Al-bagdadi (463 H). kemidian dilakukan pula oleh Muhammad bin musa al-hazimi (W.584 H) dengan karyanya Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab. Ia mentakhrij kitab fiqih syafi’iyah karya Abu Ishaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti Abu Al-Qasim Al- Husaini dan Abu Al-Qasim Al-Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya berupa Mahthuthah (manuskrip) saja. Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak bermunculan kitab-kitab tersebut yang berupaya men-takhrij kitab-kiatab dalam berbagai disiplin ilmu agama.
Yang termasyhur di antara kitab-kitab tersebut, selain karya Muhammad bin Musa Al- Hazimi di atas, ialah kitab takhrij Ahadts Al-Mukhtashar Al-Kabir karya Muhammad bin Ahmad Abd Al-Hadi Al-Maqdisi (w. 744 H), Nashb ar-rayah li ahadits al-hidayah dan takhrij ahadits al-kasysyaf, keduanya karya Abdullah bin yusuf Al-Zaila’i(w. 762 H), dan Al-Badr Al-Munir fi Takhrij Al-Ahadits wa Al-Atsaral-Waqi’ah fi Syarh Al-Kabir karya Ibn Al- Mulaqqin (w. 804 H)
D. Cara Mentakhrij Hadis
Pada garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk mentakhrij hadis, yaitu:
1.Melalui pengenalan nama sahabat perawi hadis;
2.Melalui pengenalan awal lafaz atau matan suatu hadis;
3.Melalui pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal dalam
pembicaraan, tetapi merupakan bagian dari matan hadis (letak kata-kata tersebut bisa
dimana saja, di awal, di tengah atau di akhir matan);
4.Melalui pengenalan topic yang terkandung dalam matan hadis; dan

5.Melalui pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis, baik
matan atau sanadnya.
1. Mentakhrij Melalui Pengenalan Nama Sahabat Perawi
Cara men-takhrij seperti ini hanya bisa dilakukan apabila telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut. Apabila nama sahabat diketahui maka pentakhrij- an dapat dilakukan dengan bantuan tiga macam kitab hadis, yaitu al-masanid (kitab musnad), al-ma’ajim (kitab-kitab mu’jam), dan kutub al-athraf.
a. Al-Masanid (kitab-kitab musnad)
Al-masanid adalah jamak dari al-musnad yaitu semacam kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan nama-nama sahabat dalam kitab-kitab musnad tidaklah sama ada yang disusun secara alfabetis,dan ada yang disusun berdasarkan kelompok urutan waktu masuk islam atau keutamaan sahabat, di samping ada pula yang disusun berdasarkan keutamaan kabilah atau kota.
Hasil karya berupa kitab musnad ini cukup banyak. Ath-thahhan menyebutkan sebanyak sepuluh kitab yang diantaranya ialah musnad karya ahmad bin hanbal, musnad karya abu bakr Abdullah bin az-zubair al-humaidi, dan musnad karya abu daud sulaiman bin daud ath-thayalisi. Dari kitab-kitab yang disebutkannya dua di antaranya dibicarakan ath- thahhan lebih lanjut yaitu musnad ahmad bin hanbal dan musnad abu bakr al-humaidi.
b.Al-Ma’ajim (kitab-kitab Al-Mu’jam)
Al-ma’ajim atau kitab-kitab Al-Mu’jam menurut istilah ulama ahli hadis adalah kitab- kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad sahabat, guru (suyukh), atau negeri-negeri tertentu. Diantara kitab Mu’jam yang terkenal ialah al-Mu’jam al-Kabi’r oleh abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H) yang memuat sekitar 60,000 buah hadis. Selain itu, al-Mu’jam al-Ausath, yang berisi sekitar 30,000 buah hadis, dengan nama guru-

gurunya sebanayak 2000 orang, al-Mu’jam as-Shagir, yang memuat 1000 buah hadis, dan al-
Mu’jam Ash-Shahabah karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Maushuli (w.307 H).
c. Kitab-Kitab Al-Athraf
Kata al-athraf jamak dari ath-tharf (sisi atau bagian). Maka kata tharf al-hadits, berarti bagian dari matan yang menunjukan sisanya. Seperti kata kullukum ra’in, atau kata bunia al- islam ‘ala khamsin. Kalimat yang pertama merupakan bagian atau potongan dari hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinan seseorang, seorang imam, atau seorang wanita. Kalimat yang kedua, merupakan potongan dari hadis tentang dasar-dasar islam.
Pada kitab-kitab seperti ini, penyusun menyebutkan sebagian dari matan hadis dengan menyebutkan sanad-nya, baik secara lengkap atau tidak. Kitab-kitab athraf pada umumnya disusun berdasarkan nama-nama sahabat secara alfabetis, di samping ada juga yang menyusunnya berdasarkan urutan alfabetis berdasarkan kata-kata awal dari matan hadisnya.
Di antara kitab-kitab athraf ialah:
Athraf as-shahihain karya abu mas’ud ibrahim bin Muhammad ad-dimasqi (w. 401
H).
Al-asyraf ‘ala ma’rifat al-athraf karya ibn ‘Asakir (w. 571 H)
Tuhfah al-Asyraf bi ‘Ma’rifat al-Athraf karya abu al-Hajjaj Yusuf Adurrahman al-
Mizzi (w.742 H).
Dzakhair Mawarits fi ad-Dalalah ‘ala Mawadhi’I al-hadits karya Abd al-Mugni an-
Nablusi (1050-1143).
Pada kitab-kitab yang terakhir ini menjadikan kutub as-sittah (dua kitab al-jami ‘ash-
shahih dan empat kitab as-sunan) dan al-muwaththa’ sebagai sumbernya.
2. Men-Takhrij Melalui Pengenalan Awal Lafazh Pada Matan
Dengan mengenal awal matan suatu hadis, maka hadis dapat di takhrij dengan menggunakan bantuan beberapa kitab hadis yang dapat menunjuk kepada sumber utamanya. Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadis-hadis yang terkenal (al-

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad. M.Mudzakir. 2004. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1954. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang.
Ranuwijaya, Utang. 2001. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar